Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Pages

Kamis, 29 Desember 2011

13 kiat sukses berjualan

1.  SELL YOUR REPUTATION
Ingat,janganlah anda menjual produk anda sebelum anda berhasil menjual REPUTASI anda.
Misalnya ketika anda ingin membeli komputer,hp,tv,laptop dll tentu pertama-tama yg anda pertimbangkan adalah sebuah nama atau yg lebih dikenal dgn sebutan BRAND (merk).
Tentu saja sebuah merk bukan hanya merupakan kumpulan dari sederetan tulisan ataupun logo,namun lebih dari itu. Sebuah merk lebih identik dgn sebuah komitmen dan dedikasi serta tanggung jawab perusahaan kepada berbagai pihak terutama para konsumen.

2.  KNOW YOUR TARGET
Jangan pernah anda menghabiskan waktu terlalu banyak untuk menawarkan kepada mereka yg semestinya bukan merupakan target dari produk anda.
Contohnya anda menjual mobil dengan harga milyaran rupiah maka anda akan tahu dan harus tahu kepada siapa menawarkannya.

3.  MAKING APPOINTMENT
Sebuah transaksi kemungkinan besar tidak akan terjadi sebelum anda berhasil bertemu dengan konsumen dan kemungkinan besar anda anda juga tidak akan bs bertemu dgn konsumen sebelum dibuatkan temu janji,dan tentu saja sebuah temu janji biasanya diawali dengan sebuah telepon/sms terlebih dahulu.
Biasanya warga kaskus seperti ini dikenal dengan istilah COD (cash on delivery).

4.  LOW BUDGET PROMOTION
Media promosi yg paling murah dan sederhana pada saat ini mungkin adalah sebuah kartu nama,stiker,milis,facebook,twitter dll.
Terutama dalam era informasi ini,peran promosi sangatlah penting bagi seorang tenaga penjual terutama apabila bisa mempraktekkan prinsip yg satu ini.
Contoh dari forum FJB di kaskus,tanpa budget yg besar anda bs mempromosikan produk anda ke warga kaskus lainnya.

5.  ALL ABOUT RATIO
10:3:1
Adalah ketika seorang seller pempresentasikan produknya kepada 10 konsumen secara terpisah dalam kurun waktu tertentu (misal sebulan) maka bisa di asumsikan bahwa ada 3 konsumen yg tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut.Dan dari 3 konsumen tersebut kemungkinan besar 2 diantaranya akan memilih posisi WAIT n SEE (kalo di kaskus mantau dulu gan ) dan sisanya diprediksi akan menerima penawaran dari anda.
Rasio 10:3:1 ini sering dijumpai dalam asuransi,kredit,maupun MLM.

6.  LET THEM KNOW
Sebagai seller marketing yang profesionalmaka pertama-tama kepada siapakah anda akan cerita tentang profesi anda dan produk anda ??
Sederhana saja..anda bs sambil ngobrol dalam keadaan santai berbicara ttg penjualan anda disertau kelebihan dan kekurangannya kepada Keluarga,tetangga,teman,komunitas dan khalayak ramai yg blm anda kenal.
Mulailah usaha anda kepada orang2 terdekat/kerabat terdekat utk mengetahui sejauh mana kualitas produk anda.

7.  WRITE DOWN YOUR SALES PLAN
Setiap sales/seller DIWAJIBKAN membuat sales plan (rencana penjualan).
Misalnya dlm seminggu minimal harus melakukan :
* berapa kali menelepon konsumen
* berapa kali bertemu konsumen
* berapa kali melakukan presentasi
* berapa banyak penambahan daftar nama baru
Hal ini sering dijumpai di sales asuransi,MLM dll.

8.  BUILD A NETWORK
Sebuah LEAD (daftar nama calon konsumen baru) sangatlah penting bagi seorang tenaga penjual dan salah satu cara memperbanyak lead dengan mengikuti kegiatan seperti menghadiri seminar,bergabung dalam milis,gathering,semua ini sangat membantu utk memperluas Net Work anda.

9.  FOCUS ON PARETO PRINCIPLE
Vilfredo Pareto mengemukakan Prinsip PARETO atau yg lebih dikenal dengan istilah hukum pareto asumsinya adalah "bahwa dalam total pendapatan anda apabila diperhatikan dgn seksama maka kontribusinya dari konsumen yg jumlahnya hanya sebesar 20% akan memberikan kontribusi sebesar 80% dari total pendaptan anda dan begitu jg sebaliknya".
Pandangan Vilfredo Pareto sampai detik ini masih digunakan dalam hal investasi,sales dan marketing.
Jadi seorang seller harus lebih banyak menghabiskan waktu buat berbicara dgn konsumen yg mayoritas menghuni di kuadran 20% namun menyumbangkan 80% dr total pendapatan anda.
Contoh : dr 10 org mgkin cm 2 org yg rutin menggunakan produk anda.

10.  DON'T BEG
Alias tidak boleh mengemis / memohon kepada konsumen untuk membeli.
Contoh : dengan adanya target penjualan terkadang sales memohon kepada buyer dengan memberikan cash back (yg dipotong dr komisinya sendiri).
Ini tentu saja akan merusak citra profesi tenaga penjual dan juga menimbulkan persaingan yg tidak sehat antar sesama tenaga penjual.
Namun hal ini sering dilakukan oleh pihak dealer2 kendaraan.

11.  FIND OUT WHAT CONSUMER EXPEXTATIONS ARE SELL THE SOLUTIONS
Sebenarnya yg dijual seller adaalah SOLUSI.
Contoh : apa yg konsumen beli adalah bukan laptop dengan kecepatan tinggi namun konsumen membeli solusi untuk mempermudah pekerjaan mereka.
Ada konsumen membeli baju bermerk mahal agar bisa mendukung kepercayaan dirinya,untuk menjaga prestise / image nya.

12.  USING GOLDEN RULE
The Golden Rule : perlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan.
Penjabarannya adalah apabila anda tidak suka dipaksa untuk membeli maka hendaklah jangan pernah anda memaksa konsumen anda untuk membeli apa pun yg sedang anda tawarkan.

13.  BE PROUD AND PROFESSIONAL
Seorang tenaga penjual harus bangga dan profesional atas profesinya.
Sebagai gambaran apabila anda sebagai agen asuransi,berbanggalah karena yg anda tawarkan adalah sebuah solusi perencanaan keuangan,kesehatan,kesejahteraan orang banyak dimasa depan dan anda turut andil dalam kesejahteraan klien anda.
Baca Selengkapnya... »»  

Senin, 26 Desember 2011

statistik

A. PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang Penelitian
Lingkungan  persaingan    yang  semakin  tajam  dan    bersifat  global  menuntut 
perusahaan meningkatkan mutu dan keunggulan daya saing yang dipengaruhi oleh dua
faktor penting yaitu mutu yang tinggi dan biaya  yang rendah. Perusahaan-perusahaan
manufaktur berusaha melakukan perbaikan terus menerus biasanya menggunakan teknik-teknik total quality management (TQM) atau Just-In-Time (JIT). Beberapa perusahaan yang telah menerapkan TQM, ada yang telah berhasil meningkatkan kinerjanya, tetapi ada juga yang belum mampu meningkatkan kinerjanya (Sim dan Killough, 1998).
Beberapa peneliti bidang akuntansi menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang
rendah, disebabkan  oleh  ketergantungannya  terhadap  Sistem  Akuntansi  Manajemen
perusahaan tersebut yang gagal dalam penentuan sasaran-sasaran yang tepat, pengukuran
kinerja,  dan  sistem  penghargaan  (reward). Efektifitas  penerapan  TQM  memerlukan
perubahan  mendasar  infrastruktur  organisasional, meliputi:  sistem  alokasi  wewenang
pembuatan keputusan, sistem pengukuran kinerja, sistem reward, dan hukuman. 
Temuan Ittner dan Larcker (1995) tidak menemukan bukti bahwa organisasi yang
mempraktikan TQM dan Sistem Akuntansi Manajemen dapat mencapai kinerja yang
tinggi.  Peneliti  lainnya  yaitu  Sim  dan  Killough  (1998)  serta  Kurnianingsih  (2000)
menunjukkan  adanya  pengaruh  positif  dan  signifikan  antara  praktik  penerapan TQM
dengan desain Sistem Akuntansi Manajemen terhadap kinerja.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada Sistem Akuntansi Manajemen secara
universal selalu tepat untuk dapat diterapkan seluruh organisasi setiap keadaan, namun
Sistem Akuntansi Manajemen tergantung juga faktor-faktor kondisional yang ada dalam
organisasi. Penelitian tersebut merupakan replikasi dan ekstensi penelitian Kurnianingsih
(2000) yang melakukan replikasi dan ekstensi Ittner dan Larcker (1995), serta Sim dan
Killough (1998).
Kurnianingsih  (2000)  menguji  praktik  pemanufakturan  TQM  dan  Sistem
Akuntansi  Manajemen  secara  interaktif  mempengaruhi  kinerja  manajerial.  Ittner  dan
Larcker  (1995)  yang  memfokuskan  TQM,  tiga  komponen  utama  Sistem  Akuntansi
Manajemen,  antara  lain:  sasaran  kinerja,  sistem  pengukuran  kinerja,  sistem  reward 
tingkat organisasional, serta kinerja berdasarkan kualitas dan keuangan. Sim dan Killough (1998)  memfokuskan  TQM/JIT,  tiga  komponen  Sistem  Akuntansi  Manajemen  sama dengan Ittner dan Larcker (1995) yang diterapkan tingkat operasi produksi.
Penelitian ini menggunakan variabel pemoderasi dengan alasan bahwa variabel
pemoderasi adalah suatu variabel independen lainnya yang dimasukkan kedalam model
karena mempunyai efek kontingensi dari hubungan variabel independen dan variabel
dependen  sebelumnya.  Dengan  kata  lain,  variabel  pemoderasi  diidentifikasikan  dari
penelitian sebelumnya mempunyai simpulan hubungan kausal yang hasilnya konflik, baik
konflik signifikasinya maupun konflik arahnya. Jika hal ini terjadi, mungkin dikarenakan
ada variabel lain yang memoderasi  hubungan kausal. Suatu interaksi negatif terjadi jika
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen lebih negatif untuk nilai variabel pemoderasi yang lebih tinggi (Jogiyanto, 2004: 142-145).
Shih (2001) memberikan bukti empiris yang menunjukkan adanya kesempatan
suatu perusahaan mengevaluasi kinerja manajer atas laba berhubungan positif dengan
pentingnya produk yang berkualitas dan pelayanan pelanggan. Profit center merupakan
pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur dari laba yang diperoleh
dalam suatu perioda tertentu (Fauzi, 1994). Profit center  dapat berbentuk divisi apabila
kegiatan-kegiatan  fungsional  dilaksanakan  oleh  unit-unit  kerja  dalam  lingkup  satu
organisasi.
Kaliel (2000) menyatakan bahwa dengan mengkoordinasi masing-masing bagian
dalam  perusahaan  sebagai  bisnis,  menganalisis,  merencanakan,  dan  pengambilan
keputusan. Dengan demikian akan memperbaiki produksi, keputusan manajemen, dan
kemampuan perusahaan meningkat dengan adanya profit center.
Perbedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: a) penelitian ini
hanya memfokuskan TQM, komponen Sistem Akuntansi Manajemen meliputi sistem
pengukuran kinerja dan kinerja karyawan yang didasarkan reward yang diberikan berupa
insentif  yang  diberikan  secara  individual,  sedang  kinerja  yang  diukur  adalah  kinerja manajerial serta b) penelitian ini juga menguji praktik pemanufakturan TQM dan profit center  secara  interaktif  mempengaruhi  kinerja  manajerial.  Penerapan  TQM  manajer mempunyai kendali yang lebih terhadap kualitas barang yang diproduksi, demikian pula kualitas barang yang tinggi memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan pelanggan dan  peningkatan  penjualan  (Shih,  2001).  Jika  penjualan  digunakan  sebagai  isyarat kualitas  produk  dan  pelayanan  pelanggan,  maka  hal  tersebut  dapat  digunakan untuk memotivasi manajer dalam menghasilkan kinerja yang lebih baik, dimana kinerja manajer dapat dievaluasi atas profit.
2.  Rumusan Masalah 
Berdasarkan penelitian Milgrom dan Roberts (1990), Snell dan James (1992), Banker et al. (1993), Ichniowski et al. (1997), Sim dan Killough (1998), Kaliel (2000), Kurnianingsih (2000), serta Shih (2001), rumusan masalah penelitian sebagai berikut: a) apakah interaksi penerapan TQM  dan sistem  pengukuran  kinerja berpengaruh  positif terhadap  kinerja manajerial? b) apakah interaksi penerapan TQM dan sistem  reward berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial? serta c) apakah interaksi penerapan TQM dan profit center berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial?
3.  Tujuan Penelitian 
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a) untuk
mengetahui apakah interaksi penerapan TQM dan sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif  terhadap  kinerja  manajerial,  b)  untuk  mengetahui  apakah  interaksi  penerapan TQM dan sistem reward berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial, serta c) untuk mengetahui  apakah  interaksi  penerapan  TQM  dan  profit  center  berpengaruh  positif terhadap kinerja manajerial.

B. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1.  Tinjauan Pustaka
a.  Teori Kontingensi 
Sistem  Akuntansi  Manajemen  merupakan  suatu  pendekatan  kontingensi  dari
faktor kondisional yang digunakan dalam penelitian sebagai variabel yang memoderasi
suatu hubungan. Sesuai dengan pendekatan kontingensi Otley (1980) dalam Mardiyah
dan Gudono (2001), pendekatan kontingensi akuntansi manajemen didasarkan premis
bahwa tidak ada Sistem Akuntansi Manajemen secara universal selalu tepat digunakan
seluruh organisasi, namun Sistem Akuntansi Manajemen hanya sesuai (fit) untuk suatu
konteks  atau  kondisi  tertentu  saja.  Teori  kontigensi  dalam  metoda  penelitian
mengargumenkan  bahwa  efektivitas  desain  Sistem  Akuntansi  Manajemen  tergantung
eksistensi  perpaduan  antara  organisasi  dengan  lingkungannya.  Sistem  Akuntansi
Manajemen dikatakan variabel pemoderasi yang mempengaruhi hasil hubungan antara
penerapan TQM terhadap kinerja manajerial. Apabila Sistem Akuntansi Manajemen fit
dengan konteks dan kondisi organisasi maka diproposisikan akan menimbulkan kinerja
superior. 
Sistem  Akuntansi  Manajemen  sering  digunakan  sebagai  mekanisme  untuk
memotivasi  dan  mempengaruhi  perilaku  karyawan  dalam  berbagai  cara  yang  akan
memaksimalkan kesejahteraan  organisasi dan karyawan. Sistem Akuntansi Manajemen
sebagai  alat  kontrol  organisasi  dan  alat  yang  efektif  menyediakan  informasi  yang
bermanfaat guna memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi berbagai aktivitas yang
dilakukan.
Penelitian  yang  dilakukan  Kurnianingsih  (2000)  memberikan  bukti  empiris
mengenai  pentingnya  desain  Sistem  Akuntansi  Manajemen  sebagai  faktor  kontingensi dalam  upaya  peningkatan  kinerja.  Dengan  memasukkan  dua  faktor  kontingensi,  yaitu sistem pengukuran kinerja dan sistem reward terhadap keefektifan penerapan  teknik Total Quality  Management.  Hasil  penelitian  tersebut  menunjukkan  adanya  interaksi  antara variabel sistem pengukuran kinerja dan sistem reward mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial artinya perusahaan yang menerapkan teknik TQM secara langsung dapat meningkatkan kinerja manajerial.
Penerapan teknik TQM yang tinggi  dengan sistem pengukuran kinerja yang
tinggi akan meningkatkan kinerja manajerial, begitu juga sebaliknya. Manajer akan lebih
termotivasi untuk meningkatkan kinerja  manajerial, jika pengukuran kinerja yang tinggi
dalam bentuk informasi yang diperlukan yang memberikan umpan balik untuk perbaikan
dan pembelajaran. Selain itu pemberian kompensasi yang lebih baik kepada manajer juga
memotivasi dalam peningkatan kinerja. Banker et al. (1993) meyatakan bahwa kinerja
perusahaan  yang  rendah  disebabkan  oleh  ketergantungan  terhadap  Sistem  Akuntansi
Manajemen perusahaan yang gagal dalam penentuan sasaran yang tepat, pengukuran
kinerja, dan sistem reward.
Sim dan Killough (1998) menyatakan bahwa adanya pengaruh interaktif antara
praktik  pemanufakturan  (TQM)  terhadap  kinerja  dengan  desain  Sistem  Akuntansi
Manajemen. Salah satu fungsi dari Sistem Akuntansi Manajemen adalah menyediakan
sumber informasi penting untuk membantu manajer mengendalikan aktivitasnya serta
mengurangi ketidakpastian lingkungan dalam usaha mencapai tujuan organisasi dengan
sukses.
Efektifitas  praktik  TQM  membutuhkan  perubahan  dalam  Sistem  Akuntansi
Manajemen.  Ittner  dan  Larcker  (1995)  menggambarkan  perubahan    tersebut  sebagai
kumpulan dari informasi baru dan dalam sistem reward. Adapun komponen-komponen
penting Sistem Akuntansi Manajemen yang akan digunakan dalam penelitian ini, terdiri
dari: sistem pengukuran kinerja dan sistem reward.
Profit center dalam penelitian juga digunakan sebagai variabel yang memoderasi
suatu hubungan dan sebagai faktor kontingensi dalam upaya peningkatan kinerja. Dengan
penerapan TQM manajer memiliki kendali terhadap kualitas barang yang diproduksi,
dengan demikian kualitas barang yang tinggi berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan
dan peningkatan penjualan.  Tingkat penjualan digunakan sebagai isyarat kualitas produk
dan pelayanan pelanggan, oleh karena itu digunakan untuk mengevaluasi manajer pada
profit tentunya untuk memonitor kinerjanya perbaikan kualitas produk dan pelayanan
pelanggan (Shih, 2001).
b.  Kinerja Manajerial
Mahoney et al. (1963) menyatakan kinerja (performance) adalah hasil kerja yang
dapat  dicapai  oleh  seseorang  atau  sekelompok  orang  dalam  suatu  organisasi,  sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Kinerja manajerial adalah kinerja individu anggota organisasi dalam kegiatan-
kegiatan manajerial antara lain: perencanaan, investigasi, koordinasi, pengaturan staf,
negosiasi, dan lain-lain.
Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan
suatu  kinerja  manajerial.  Berbeda  dengan  kinerja  karyawan  umumnya  yang  bersifat
konkrit, kinerja manajerial adalah bersifat abstrak dan kompleks (Mulyadi dan Johny,
1999: 164).
Manajer menghasilkan kinerja dengan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta
usaha beberapa orang lain yang berada didalam daerah wewenangnya. Kinerja manajerial
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan organisasi.
c.  Konsep Total Quality Management
Total Quality Management merupakan suatu sistem manajemen yang berfokus
kepada  orang  yang  bertujuan  untuk  meningkatkan  secara  berkelanjutan  kepuasan
customers pada biaya yang sesungguhnya secara berkelanjutan terus menerus (Mulyadi,
1998: 10). Smith dan Lewis (1997) menjelaskan keefektifan TQM didasarkan empat
prinsip, kepuasan pelanggan, perbaikan berkelanjutan, menyatakan dengan fakta, dan
menghargai karyawan. 
Banker  et  al.  (1993)  menjelaskan  bahwa  TQM  meningkatkan  keterlibatan
organisasi dalam meningkatkan kualitas secara terus menerus. Bertanggung jawab untuk
mendeteksi hal-hal yang tidak sesuai dengan pengendalian mutu, hal tersebut membuat
pekerja  lebih  bertanggung  jawab  untuk  pengendalian  mutu  dan  untuk  menghentikan
produksi ketika ada suatu masalah dalam produksi.
Sim  dan  Killough  (1998)  menjelaskan  bahwa  Total  Quality  Management
merupakan suatu filosofi yang menekankan peningkatan proses pemanufakturan secara
berkelanjutan  dengan  mengeliminasi  pemborosan,  meningkatkan  kualitas,
mengembangkan ketrampilan, dan mengurangi biaya produksi. Penelitian Banker et al.
(1993)  memberikan  gambaran  praktik  pemanufakturan  TQM  lebih  menekankan
karyawan dalam memecahkan masalah, bekerja secara team work, dan membangkitkan
pendekatan  inovatif  untuk  memperbaiki  produksi.  Banker  et  al.  (1993)  menyatakan
karyawan  diminta  mengidentifikasikan  cara-cara  untuk  meningkatkan  proses
pemanufakturan,  mengurangi  kerusakan,  dan  memastikan  bahwa  operasi  perusahaan
berjalan efisien, serta lebih menekankan produk dan pelanggan (customer).
Waldman (1994) menyatakan bahwa TQM merupakan suatu sistem yang dirancang sebagai kesatuan, yang memfokuskan pendekatan pelanggan dengan meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. Meskipun banyak usaha untuk memasukkan TQM dalam organisasi, relatif kecil mengetahui seberapa besar keefektifan dan pengimplementasian strategi yang optimal.
Penting bagi manager untuk memberikan wewenang kepada karyawan untuk ikut
aktif  dalam  mengambil  inisiatif  dengan  harapan  keterlibatan  karyawan  dapat
meningkatkan  proses  produksi.  TQM  lebih  memberdayakan  atau  lebih  menekankan
keterlibatan karyawan, yang merupakan sumber yang sangat bernilai bagi organisasi.
Kebanyakan kegagalan dalam implementasi TQM itu disebabkan oleh pimpinan puncak
yang  tidak  secara  aktif  memimpin  gerakan  TQM  atau  bahkan  menentangnya
(Hardjosoedarmo, 1996: 35). 
d.  Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem  pengukuran  kinerja  yang  sesuai  digunakan  dalam  manajemen
kontemporer adalah sistem pengukuran kinerja yang memanfaatkan secara ekstensif dan
intensif tekhnologi informasi dalam bisnis (Mulyadi dan Johny, 1999: 214). Penelitian
Banker  et  al.  (1993)  menyatakan  bahwa  informasi  kinerja  pemanufakturan  perlu
dilaporkan ke personal lini karena pelaporan informasi produktivitas dan kualitas kepada
personal  lini  akan  memberikan  umpan  balik  yang  diperlukan  untuk  perbaikan  dan
pembelajaran produksi serta frekuensi pelaporan ukuran kinerja pemanufakturan untuk
karyawan secara positif berhubungan dengan penerapan praktik TQM, team work, dan
Just-In-Time  (JIT).  Tujuan  sistem  pengukuran  kinerja  untuk  mendorong  pencapaian
tujuan strategis yang memfokuskan aktivitas organisasi dimasa depan.
Manfaat pengukuran kinerja bagi manajemen maupun karyawan menurut Halim
dan  Tjahjono  (2000):  1)  mengelola  operasi  secara  efektif  dan  efisien  melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum, 2) membantu pengambilan keputusan yang
bersangkutan  dengan  karyawan,  seperti  promosi,  transfer,  dan  pemberhentian,  3)
mengidentifikasikan  kebutuhan  pelatihan,  pengembangan  karyawan,  menyediakan
kriteria seleksi, dan evaluasi program pelatihan karyawan, 4) menyediakan umpan balik
bagi karyawan mengenai bagaimana atasan menilai kinerja, serta 5) menyediakan suatu
dasar bagi distribusi reward.
Program peningkatan kualitas seperti TQM secara individual dapat efektif jika
perusahaan  telah  mengimplementasikan  cara-cara  untuk  memperbaiki  kualitas  secara
terus-menerus dibandingkan dengan organisasi pesaing yang mengadakan improvement
dengan tidak menggunakan tehnik TQM, meskipun menyebabkan suatu pengurangan
(atau setidak-tidaknya tidak ada peningkatan) dalam kinerja. Milgrom dan Roberts (1990)
memberikan  suatu  kerangka  teoritis  yang  mencoba  menunjukkan  isu  mengenai
bagaimana hubungan antara sistem pemanufakturan berpengaruh terhadap kinerja.
Milgrom dan Roberts (1990) menyatakan bahwa organisasi sering mengalami
perubahan  secara  simultan  dalam  strategi  persaingan  dengan  elemen  desain
organisasional ketika mengalami perubahan yaitu dari pemanufakturan tradisional yang
menekankan produksi masa ke pemanufakturan dengan TQM. Selanjutnya komponen-
komponen atau pengaruh peran yang saling melengkapi sering meningkat pada kelompok
elemen-elemen  tersebut  yang  akan  meningkatkan  kinerja  secara  keseluruhan.  Inti
rerangka Milgrom dan Roberts (1990) menyatakan bahwa berhasilnya implementasi dari
teknik pemanufakturan baru membutuhkan komponen-komponen Akuntansi Manajemen.
Dukungan studi mengenai keberadaan komplemen tersebut antara lain Sim dan
Killough  (1995)  menunjukkan  interaksi  yang  signifikan  antara  praktik  TQM  dengan
Sistem Akuntansi Manajemen terhadap kinerja. Dengan demikian akan lebih baik jika
pengukuran  kinerja  secara  langsung  dihubungkan  dengan  kualitas,  oleh  karena  itu
karyawan diwajibkan untuk memastikan bahwa kualitas dalam proses pemanufakturan
tetap pada pengawasan dan dapat secara terus menerus ditingkatkan hasilnya.
Akuntan  manajemen  semakin  tertarik  untuk  memperluas  penerapan  sistem
pengukuran  kinerja  pemanufakturan  baru.  Selain  itu  juga  harus  mengembangkan
horizonnya dan menyadari perubahan yang terjadi dalam pemanufakturan jika akuntan
menginginkan  untuk  mempertahankan  posisinya  sebagai  sumber  utama  terhadap
pelaporan kinerja dalam organisasi (Ijiri dan Sunder, 1990).
e.  Sistem Reward
Siswanto (1989) dalam Halim dan Tjahjono (2000: 223) menyatakan kompensasi
adalah  imbalan  jasa  yang  diberikan  perusahaan  kepada  tenaga  kerja  karena  telah
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan serta kontinuitas perusahaan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Sistem reward dan pengakuan atas kinerja karyawan merupakan sarana
untuk  mengarahkan  perilaku  karyawan  keperilaku  yang  dihargai  dan  diakui  oleh
organisasi (Mulyadi, 1998: 434).
Reward menarik perhatian karyawan dan memberi informasi atau mengingatkan
akan pentingnya sesuatu yang diberi reward dibandingkan dengan yang lain, reward juga
meningkatkan motivasi karyawan terhadap ukuran kinerja, sehingga membantu karyawan
mengalokasikan  waktu  dan  usaha  karyawan.  Reward  berbasis  kinerja  mendorong
karyawan dapat mengubah kecenderungan semangat untuk memenuhi kepentingan diri
sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan organisasi (Mulyadi dan Johny, 1999: 227).
Dengan demikian kompensasi adalah semua bentuk return baik finansial maupun
non-finansial yang diterima karyawan karena jasa yang disumbangkan ke perusahaan.
Kompensasi dapat berupa finansial yaitu berbentuk gaji, upah, bonus, komisi, asuransi
karyawan, bantuan sosial karyawan, tunjangan, libur atau cuti tetapi tetap dibayar, dan
sebagainya.  Kompensasi  non-finansial  seperti  tugas  yang  menarik,  tantangan  tugas,
tanggung jawab tugas, peluang kenaikan pangkat, pengakuan, dan lain-lain.
Hansen dan Mowen (2000: 76) menyatakan tujuan kompensasi biasanya meliputi
berbagai insentif yang berkaitan dengan kinerja. Sasarannya adalah untuk menciptakan
kesesuaian  tujuan,  sehingga  manajer  akan  menunjukkan  kerja  terbaiknya  bagi
perusahaan.
Kompensasi  merupakan  salah  satu  strategi  manajemen  sumber  daya  manusia
untuk  menciptakan  keselarasan  kerja  antar  staf  dengan  pimpinan  perusahaan  dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan. Hasil temuan Sim dan Killough
(1998) menyatakan bahwa kinerja yang tinggi dapat dicapai jika praktik TQM, digunakan
bersama dengan program kinerja yang digunakan sebagai dasar pemberian insentif.
Praktik  pemanufakturan  TQM  lebih  berorientasi  pada  pemberdayaan  karyawan sehingga pendesainan sistem kompensasi merupakan salah satu metoda yang paling penting untuk mengurangi dan memperkuat perilaku yang diinginkan untuk keberhasilan penerapan praktik  pemanufakturan  TQM.  Dengan  demikian  karyawan  mempunyai  kontribusi  atau memberikan  informasi  yang  bermanfaat  untuk  peningkatan  mutu  seharusnya  menerima  reward dari manajemen (Milgrom dan Roberts, 1990, serta Ichniowski et al., 1997).
Ichniowski  et  al.  (1997)  menyatakan  bahwa  kinerja  yang  tinggi  dasarnya
tergantung  program  pemberian  insentif  jika  dihubungkan  dengan  pekerjaan  yang
mendukung,  meliputi  penilaian  kerja,  informasi  yang  merata,  dan  keamanan  kerja.
Pemberian  insentif  merupakan  pemotivasian  yang  lebih  kuat  bagi  karyawan  untuk
meningkatkan kualitas kinerjanya.
f.  Profit Center
Hasil  penelitian  Shih  (2001)  menyatakan  bahwa  beberapa  perusahaan
mengevaluasi kinerja manajer pada profit.  Perusahaan melakukan hal tersebut  untuk
mendorong manajer mengejar mutu dan pelayanan pelanggan yang lebih baik. Profit
center  merupakan  variabel  kontingensi  yang  dapat  mempengaruhi  efektivitas  sistem
pengendalian.
Fauzi  (1994: 65)  menyatakan  profit  center  merupakan  suatu  pusat
pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur dari laba yang diperoleh dalam
suatu perioda tertentu. Pembentukan profit center  erat hubungannya dengan struktur
organisasi suatu perusahaan yang merupakan elemen penting struktur pengendalian.
Halim  dan  Tjahjono  (2000: 92)  menyatakan  unit  organisasi  dalam  organisasi
fungsional yang biasanya dijadikan profit center  adalah unit organisasi produksi dan unit
organisasi pemasaran. Prestasi non-laba sebagai standar kinerja, tujuan jangka panjang
perusahaan tidak hanya mengejar laba yang memuaskan. Berikut ini contoh pendekatan
untuk mengukur prestasi dengan beberapa alat ukur: 1) profitability, 2) market position,
3) productivity, 4) personal development, dan 5) product leadership. 
Kaliel (2000) menyatakan bahwa suatu profit center  merupakan suatu aktivitas
produksi yang memfokuskan  penciptaan 1) komoditas untuk penjualan dan 2) produk
untuk profit center. Supriyono (2000: 396) menyatakan pengukuran kinerja profit center 
menggunakan  dua  macam  cara  yaitu:  1)  pengukuran  kinerja  manajemen,  seberapa
baiknya manajer dalam memimpin unit atau pusat pertanggungjawaban, sehingga prestasi
manajer diukur sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya serta 2) pengukuran
kinerja ekonomi, seberapa baiknya profit center  sebagai unit kegiatan ekonomi dapat
mencapai atau memenuhi anggaran labanya.
2.  Pengembangan Hipotesis
a.  Interaksi TQM Dan Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap  Kinerja Manajerial

Penelitian  Banker  et  al.  (1993)  memberikan  bukti  empiris  bahwa  frekuensi
pelaporan ukuran kinerja manufaktur pada karyawan, terkait dengan implementasi JIT,
team  work,  dan  praktik  TQM.  Program  peningkatan  kualitas  seperti  TQM  secara
individual  dapat  efektif  jika  perusahaan  telah  mengimplementasikan  cara  perbaikan
kualitas secara berkesinambungan, dibandingkan dengan organisasi pesaing lainnya yang
mengadakan improvement dengan tidak menggunakan teknik TQM.
Sistem pengukuran kinerja memiliki hubungan dengan praktik penerapan TQM.
Dengan  sistem  pengukuran  kinerja  yang  terdiri  dari  serangkaian  ukuran  akan  dapat
menilai  kinerja  manejerial,    pengukuran  kinerja  dapat  memberikan  informasi  untuk
mengambil  keputusan  tentang  promosi  dan  gaji.  Penelitian  Kurnianingsih  (2000)
menunjukkan  adanya  pengaruh  positif  dan  signifikan  antara  praktik  penerapan TQM
dengan sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial.
Milgrom dan Roberts (1990) menyatakan bahwa berhasilnya implementasi teknik
pemanufakturan  baru  membutuhkan  komplemen  Sistem  Akuntansi  Manajemen  yang
dapat  diinteraksikan  dengan  sistem  produksi  untuk  menghasilkan  kinerja  yang  lebih
tinggi. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis alternatifnya sebagai berikut:
Hal : Interaksi antara penerapan TQM dan sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial.

Gambar 1
Model Pengaruh Interaktif Antara TQM Dan Sistem Pengukuran Kerja


b.  Interaksi TQM Dan  Sistem Reward Terhadap Kinerja Manajerial

Menurut Snell dan James (1992) sistem reward pada pemanufakturan tradisional
karyawan sebagai orang yang pasif, operator mesin yang tidak berpendidikan, dan benar-
benar  terisolir.  Sementara  pada  pemanufakturan  TQM  lebih  menekankan  pada
pemberdayaan karyawan, sehingga pendesainan sistem reward merupakan metoda yang
penting untuk mengurangi dan memperkuat perilaku yang diinginkan untuk keberhasilan
penerapan TQM.
Dengan  demikian,  karyawan  yang  memberikan  informasi  bermanfaat  untuk
peningkatan mutu selayaknya menerima reward dari manajemen. Hasil penelitian Sim dan  Killough (1998) menyatakan bahwa kinerja yang tinggi dapat dicapai jika praktik TQM digunakan bersama dengan program kinerja yang digunakan sebagai dasar pemberian atau reward.  Ichniowski  et  al.  (1997)  menyatakan  bahwa  kinerja  yang  tinggi  dasarnya
tergantung  program  pemberian  reward.  Penelitian  Kurnianingsih  (2000)  menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara praktik penerapan TQM dengan sistem reward terhadap kinerja manajerial.
Hasil  temuan  tersebut  menunjukkan  pengaruh  interaksi  antara  TQM  dengan
menggunakan  sistem  reward  terhadap  kinerja,  dengan  demikian  pemberian  reward
merupakan  pemotivasian  yang  kuat  bagi  karyawan  untuk  meningkatkan  kualitas
kinerjanya. Berdasar uraian diatas maka hipotesis alternatifnya sebagai berikut:
Ha2 : Interaksi antara penerapan TQM dan sistem reward berpengaruh positif terhadap
kinerja manajerial.
Gambar 2
Model Pengaruh Interaktif Antara TQM Dan Sistem Reward

c.  Interaksi TQM Dan Profit Center Terhadap Kinerja Manajerial

Praktik pemanufakturan TQM merupakan praktik yang menekankan peningkatan
kualitas,  mengeliminasi  pemborosan,  mengembangkan  ketrampilan  agar  tercapai
penyempurnaan mutu barang, dan jasa secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai
kepuasan konsumen. Praktik TQM tersebut lebih berfokus pada katerlibatan karyawan,
yang merupakan sumber yang sangat bernilai bagi organisasi.
Oleh karena itu hendaknya dilakukan proses pembentukan struktur organisasi
perusahaan  menjadi  struktur  divisi,  hal  ini  erat  hubungannya  dengan              
pembentukan  profit  center.  Umumnya  suatu  perusahaan  membentuk  divisi  atau  unit
usaha dengan maksud untuk mendelegasikan wewenang yang lebih banyak pada manajer
operasi.
Adanya profit center akan memberikan keuntungan bagi manajer yakni profit
center  merupakan tempat pelatihan yang baik untuk menjadi seorang manajer yang andal
karena profit center  hampir sama dengan perusahaan yang berdiri sendiri (Halim dan
Tjahjono, 2000: 90). Kesadaran laba lebih meningkat karena manajer divisi benar-benar
bertanggung  jawab  untuk  meningkatkan  laba  divisinya  karena  nantinya  merupakan
ukuran prestasi bagi manajer.
Kaliel (2000) menyatakan bahwa melalui pendekatan profit center, maka akan
mendapatkan kejelasan informasi manajemen, dapat mengidentifikasikan kelemahan dan
kekuatan  operasional,  serta  dapat  merencanakan  dan  menerapkan  tindakan  langsung  
untuk  meningkatkan  produktivitas  dan  efisiensi.  Shih  (2001)  menyatakan  bahwa
perusahaan tertentu mengevaluasi manajer pada profit untuk memonitor kinerja pada
perbaikan kualitas produk dan pelayanan pelanggan.
Metoda pengukuran profit center menggunakan pengukuran kinerja manajemen.
Pengukuran kinerja yang menekankan pada penilaian seberapa baik manajer suatu pusat
pertanggungjawaban  bekerja.  Pengukuran  ini  digunakan  untuk  proses  perencanaan,
pengkoordinasian, pengendalian kegiatan, dan pemotivasian kerja manajer profit center.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatifnya sebagai berikut: 
Ha3: Interaksi  antara  penerapan  TQM  dan  profit  center  berpengaruh  positif  terhadap kinerja manajerial.
Gambar 3
Model Pengaruh Interaktif Antara TQM Dan Profit Center

1.  Populasi Dan Sampel 
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang dikirim melalui jasa pos. Subjek
yang menjadi target penelitian adalah manajer tingkat menengah dan manajer pemasaran
pada  perusahaan-perusahaan  manufaktur  di  Indonesia  dengan  alasan  manajer  tingkat
menengah    a)  merupakan  pelaksana  keputusan  manajemen  puncak  yang  mampu
berinteraksi dengan karyawan dan manajemen puncak dan b) bisanya terlibat langsung
dengan kebijakan yang dilaksanakan oleh manajemen puncak. Subjek penelitian diseleksi
dari Indonesian Capital Market Directory 2000. 
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui bahwa
respon rate di Indonesia tergolong rendah yaitu sebesar 10%-16%,  karena itu penulis
mengirim  kuesioner  sebanyak  150  kuesioner.  Pengirimam  kuesioner  dilakukan  pada
tanggal  27-10-2004, dan diharapkan sudah kembali pada tanggal 18-12-2004. 
Sebelum kuesioner tersebut dikirim, terlebih dahulu dilakukan uji coba (pretest)
dengan tujuan menghindari adanya pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas serta untuk
mengetahui waktu yang diperlukan untuk mengisi secara lengkap. Dengan demikian akan
didapatkan  masukan-masukan  untuk  memperbaiki  kuesioner.   Tabel  1 di  bawah  ini
menunjukkan jumlah kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 1
Sampel Dan Tingkat Pengembalian

Jumlah sample                                                                          150
Jumlah kuesioner yang tidak kembali                                         126  
Kuesioner yang kembali                                                              24
Kuesioner yang digugurkan (misal: alamat salah, pindah     2
alamat, dsb)
Kuesioner yang digunakan                                                           22
Tingkat pengembalian (response rate)                                      24/150*100%= 16,00%
Tingkat pengembalian yang digunakan (usable response            22/150*100%= 14,67% 
rate)

2.  Pengukuran Variabel 
a.  Peubah Terikat (Variabel Dependen)
Kinerja manajerial, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja individu
dalam kegiatan-kegiatan manajerial diukur dengan menggunakan instrumen self rating.
Kinerja  manajerial  yang  diukur  meliputi  delapan  dimensi:  perencanaan,  investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan, serta
satu dimensi pengukuran kinerja seorang manajer secara keseluruhan. 
b. Peubah Bebas (Variabel Independen) 
1)  Total Quality Management (TQM)
TQM dalam penelitian ini adalah filosofi yang menekankan peningkatan proses
pemanufakturan  secara  berkelanjutan  melalui  eliminasi  pemborosan,  meningkatkan
kualitas, pengembangan ketrampilan, dan mengurangi biaya produksi (Sim dan Killough,
1998).  Variabel  TQM  ini  mengukur  persepsi  manajer  secara  individual  mengenai
penerapan teknik TQM dilingkungan perusahaannya, yang merupakan pengembangan
dari instrumen Banker et al. (1993).
Variabel TQM dalam penelitian ini diukur dengan memasukkan elemen utama
manajemen kualitas yaitu orientasi proses, elemen manusia, serta budaya kualitas. Setiap
responden diminta menilai penerapan TQM dari sangat tidak setuju (poin 1) berarti TQM
rendah sampai dengan sangat setuju (Poin 5) berarti TQM tinggi.
2)  Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja adalah pemberian informasi pada manajer dalam unit
organisasi yang dipimpin mengenai kualitas dalam aktivitas operasi perusahaan. Variabel
ini  diukur  dengan  instrumen  yang  digunakan  oleh  Kurnianingsih  (2000),  frekuensi
pengukuran kinerja manajer yang diukur dalam skala numerik (angka) 1 (tidak pernah)
sampai dengan angka 5 (sangat sering). Skala rendah (1) untuk menunjukkan pengukuran
kinerja yang rendah dan skala tinggi (5) untuk menunjukkan pengukuran kinerja yang
tinggi.
3)  Sistem Reward
Variabel ini berkaitan dengan sistem kompensasi yang ada dalam perusahaan.
Sistem kompensasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberian kompensasi
manajer yang terdiri atas: (a) pembayaran tetap saja dan (b) pembayaran tetap ditambah
variabel yang jumlahnya ditentukan berdasarkan kinerja manajer.
Responden diminta untuk memilih alternatif sistem kompensasi yang berlaku:
(a) kompensasi  ( gaji  +  tunjangan )  tetap  saja,  (b)  kompensasi tetap  +  reward
nonkeuangan, (c) kompensasi tetap + reward keuangan, (d) kompensasi tetap + insentif
yang ditentukan berdasarkan kinerja individual, dan (e) kompensasi tetap + insentif yang
ditentukan  berdasarkan  kinerja  kelompok.  Instrumen  ini  digunakan  skala  rendah  (1)
untuk menunjukkan sangat tidak memuaskan dan skala tinggi (5) untuk menunjukkan
akan sangat memuaskan.
4)  Profit Center
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengukuran prestasi bagi manajer
dengan dibentuknya profit center dalam perusahaan, kesadaran laba akan lebih meningkat
karena manajer divisi benar-benar bertanggung jawab untuk meningkatkan laba divisinya. Variabel ini diukur dengan instrumen yang digunakan oleh Shih (2001) dengan menggunakan instrumen self rating. Skala tersebut terdiri dari: 1 sampai dengan 3 untuk pengukuran dibawah rata-rata, 4 sampai 6 untuk pengukuran rata-rata, dan 7 sampai dengan 9 untuk pengukuran diatas rata-rata.
3.  Metoda Analisis Data
Metoda statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi berganda
dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows. Metoda yang menghubungkan satu
variabel dependen dengan beberapa variabel independen, sesuai dengan hipotesis yang
diuji dalam penelitian.
Kinerja  manajerial  merupakan  variabel  dependen  diprediksi  dipengaruhi  oleh
variabel-variabel independen, yaitu: TQM, sistem pengukuran kinerja, sistem reward,
profit center, interaksi antara TQM dengan sistem pengukuran kinerja, interaksi antara
TQM dengan sistem reward, interaksi antara TQM dengan profit center. Jika koefisien  positif  dan  signifikan,  maka  interaksi  antara  TQM  dengan  system pengukuran  kinerja,  sistem  reward  maupun  profit  center  mempengaruhi  kinerja
manajerial, begitu juga sebaliknya. Dalam penelitian ini pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen diuji dengan tingkat signifikan α= 5%. 

D. HASIL DAN ANALISA DATA
1.  Gambaran Umum Responden 
Tabel 2
Profil Responden (n = 22)
  
                                                                Jumlah         Persentase ( % )
Gender
Laki - Laki
8
36,4

Perempuan
14
63,61
Umur
20 – 29 tahun
3
13,7

30 – 39 tahun
9
40,9

> 40 tahun
10
45,4
Pendidikan
SMA
2
9,09

Sarjana Muda ( D3 )
2
9,09

Sarjana ( S1 )
14
63,63

Master ( S2 )
4
18,18
Masa Kerja
< 5 tahun
4
18,18

5 – 10 tahun
13
59,09

> 10 tahun
5
22,73
Masa Jabatan
< 5 tahun
18
63,64

5 – 10 tahun
8
36,36

Profil  22  responden  yang  berpartisipasi  dalam  penelitian  ditunjukkan  pada
Tabel 2. Mayoritas responden yang berpartisipasi adalah responden yang berjenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 14 orang atau 63,6% dari total responden. Sisanya sebanyak 8
orang  atau  36,4%  dari  total  responden  berjenis  kelamin  perempuan.  Responden
berdasarkan umur, pendidikan, masa kerja, dan  jabatan  dapat dilihat lebih detail dalam
Tabel 2.
2.  Diskripsi Statistik
Analisa  didasarkan  dari  jawaban  responden  sebanyak  22  responden.  Hasil
pengolahan data mengenai diskripsi statistik dapat dilihat pada Tabel 3

Baca Selengkapnya... »»